Nyanyian
Gerimi
Karya Soni
Farida Maulana
Telah
kutulis jejak hujan
Pada
rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum
Demi
kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Dipetik
hangat percakapan juga gerak sukma
Yang
saling memahami gairah terpendam
Dialirkan
sungai ke muara
Sesaat
kita larut dalam keheningan
Cinta
membuat kita betah hidup di bumi
Ekor
cahaya berpantulan dalam matamu
Seperti
lengkung pelangi
Sehabis
hujan menyentuh telaga
Inikah
musim semi yang sarat nyanyian
Juga
tarian burung-burung itu?
Kerinduan bagai awah gunung berapi
Sarat
letupan. Lalu desah nafasmu
Adalah
puisi adalah gelombang lautan
Yang
menghapus jejak hujan
Di
pantai hatiku. Begitulah jejak hujan
Pada
kulit dan rambutmu
Menghapus
jarak dan bahasa
Antara
kita berdua
1988
Struktur fisik puisi
di atas antara lain sebagai berikut.
- Tipografi / Bentuk Puisi
Tipografi,
yang dipakai pada puisi “nyanyian gerimis” sangat
terlihat menonjol, tepi kanan-kiri, pengaturan
barisnya, hingga puisi yang hanya memakai satu tanda tanya.
Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi
meskipun juga bisa hanya sekadar unsur keindahan indrawi.
Menggunakan baris – baris yang tak sejajar satu sama lain
dan menggunakan sedikit tanda baca, mungkin mempunyai makna yang
mendalam. Tipografi pada puisi ini
menggunakan huruf besar diawal baris dan tanda titik pada baris kedua
. Terbukti pada kutipan puisi dibawah ini
Telah kutulis
jejak hujan
Pada rambut dan
kulitmu yang basah. Kuntum
Demi kuntum
kesepian yang mekar seluas kalbu
Tanda titik pada
baris kedua puisi “nyanyian gerimis” yang dilanjutkan
kata kuntum yang diawali dengan huruf besar seolah menonjolkan kata
kuntum yang bermakna seorang yang kesepian yang semakin merindu.
Kemudian setelah bait pertama bentuk baris yang tidak rata seperti
melengkung, dapat dilihat sebagai berikut.
Sesaat kita larut
dalam keheningan
Cinta membuat
kita betah hidup di bumi
Ekor cahaya
berpantulan dalam matamu
Seperti lengkung
pelangi
Sehabis hujan
menyentuh telaga
Dari bait yang tidak
rata tersebut melambangkan kata yang terdapat dalam baris itu
sendiri, penyair yang menggambarkan sorot mata yang begitu indah
seperti lengkungan pelangi, membuat puisi lebih hidup jika baris-
baris dibuat melengkung tak beraturan. Pada bait selanjutnya baris –
baris masih tak beraturan, dapat dilihat sebagai berikut. Inikah
musim semi yang sarat nyanyian
Juga tarian
burung-burung itu
Kerinduan bagai
awah gunung berapi
Sarat letupan.
Lalu desah nafasmu
Adalah puisi
adalah gelombang lautan
Yang menghapus
jejak hujan
Ketidakberaturannya
baris tersebut, selain sebagai keindahan indrawi namun melambangkan
maksud yang disesuaikan dengan kata-kata dan isi puisi pada baris
tersebut yaitu kata tarian burung, gelombang lautan sehingga
tipografinya juga bergelombang dan tidak beraturan. Selanjutnya pada
empat baris terakhir, yang berbunyi sebagai berikut.
Di pantai hatiku.
Begitulah jejak hujan
Pada kulit dan
rambutmu
Menghapus jarak
dan bahasa
Antara kita
berdua
Pada empat baris
terakhir terdapat tanda titik setelah kata hatiku dan baris itu
menjorok dari depan lagi, yang mempengaruhi cara membaca dan maksud
penyair yang ingin menekan dan memulai lagi dari kata itu. Kemudian
sampai baris terakhir sengaja dibuat baris yang tidak lurus tetapi
tersusun, melambangkan penyelesaian yang selaras antara kita berdua.
- Diksi
Diksi
yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang
sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya
harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat
kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Diksi dalam puisi
ini menggunakan kata-kata yang tidak mudah dimengerti dalam sekali
baca, butuh kepekaan yang tinggi dalam menganalisis makna puisi ini.
Seperti penyair memilih kata berpantulan untuk menggambarkan
pancaran yang berbinar binar. Penyair juga memilih kata tarian
burung-burung, yang menggambarkan keindahan yang tak terhingga.
Kemudian penyair menggunakan pilihan diksi pantai yang indah
digabungkan dengan hatiku menghasilkan makna yang indah pula.
- Imaji atau citraan
Dalam
puisi ini pengarang menggunakan imaji pendengaran dan perasaan
juga penglihatan. Yang dapat dibuktikan sebagai berikut. Pada
bait pertama baris pertama, yang secara tidak langsung
memunculkan imaji penglihatan.
Telah kutulis
jejak hujan
Pada rambut dan
kulitmu yang basah.
Pada baris kelima
bait pertama yang memunculkan imaji perasaan yaitu
Yang saling
memahami gairah terpendam
Begitu juga pada
Cinta membuat kita betah hidup di bumi dan baris terakhir
Menghapus jarak dan bahasa Antara kita berdua yang
juga merupakan imaji perasaan.
Kemudian pada baris
Sesaat kita larut dalam keheningan dan Sarat letupan. Lalu
desah nafasmu yang memunculkan citraan pendengaran.
- Kata konkret
Kata
kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan
atau lambang. Pada puisi “nyanyian gerimis”
terdapat beberapa kata konkret sebagai berikut.
Kuntum Demi
kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu yang melambangkan
kerinduan yang amat sangat.
Yang saling
memahami gairah terpendam yang melambangkan seakan saling merasa
kerinduan meski tak bertemu tapi seolah bertemu dalam angan.
Sesaat kita larut
dalam keheningan yang menggambarkan seorang yang membayangkan
kekasihnya di suasana sepi dan sunyi.
Ekor cahaya
berpantulan dalam matamu melambangkan mata sang kekasih yang
berbinar-binar penuh bahagia.
Kerinduan bagai
awah gunung berapi melambangkan kerinduan yang amat sangat dan
meluap-luap.
- Majas
Dalam
puisi “Nyanyian Gerimis” penyair
menggunakan gaya bahasa personifikasi, metaforan dan hiperbola
dan simile, yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
Personifikasi :
Telah kutulis jejak hujan
kuntum kesepian
yang mekar seluas kalbu
Dipetik hangat
percakapan
menghapus jejak
hujan
Metafora : Ekor
cahaya berpantulan
Simile : Seperti
lengkung pelangi
Kerinduan bagai
awah gunung berapi
- Rima atau Irama
Rima
adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir
baris puisi. Sedangkan irama adalah lagu kalimat yang digunakan
penyair dalam mengapresiasikan puisinya. Rima
dalam puisi “Nyanyian Gerimis” tidak terlalu diatur
karena lebih mementingkan isi, rima pada bait pertama yaitu :
a-u-u-a-a-a
Telah kutulis
jejak hujan (a)
Pada rambut dan
kulitmu yang basah. Kuntum (u)
Demi kuntum
kesepian yang mekar seluas kalbu (u)
Dipetik hangat
percakapan juga gerak sukma (a)
Yang saling
memahami gairah terpendam (a)
Dialirkan sungai
ke muara (a)
Kemudian pada bait
kedua rima juga tidak beraturan, yaitu: a-i-u-i-a
Sesaat kita larut
dalam keheningan (a)
Cinta membuat
kita betah hidup di bumi (i)
Ekor cahaya
berpantulan dalam matamu (u)
Seperti lengkung
pelangi (i)
Sehabis hujan
menyentuh telaga (a)
Pada bait terakhir
rima juga tak beraturan dan baitpun tidak jelas jumlah barisnya, rima
pada bait terakhir yaitu: a- u-i-u-a-a-a-u-a-a
Inikah musim semi
yang sarat nyanyian (a)
Juga tarian
burung-burung itu?(u)
Kerinduan bagai
awah gunung berapi(i)
Sarat letupan.
Lalu desah nafasmu (u)
Adalah puisi
adalah gelombang lautan (a)
Yang menghapus
jejak hujan (a)
Di pantai hatiku.
Begitulah jejak hujan(a)
Pada kulit dan
rambutmu (u)
Menghapus jarak
dan bahasa (a)
Antara kita
berdua (a)
Irama pada Puisi
“Nyanyian Gerimis” memiliki irama
perlahan dan syahdu penuh penghayatan.
No comments:
Post a Comment