Ads

Sunday, 29 April 2018

Analisis Struktur Fisik Puisi

Nyanyian Gerimi
Karya Soni Farida Maulana

Telah kutulis jejak hujan
Pada rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan juga gerak sukma
Yang saling memahami gairah terpendam
Dialirkan sungai ke muara

Sesaat kita larut dalam keheningan
Cinta membuat kita betah hidup di bumi
Ekor cahaya berpantulan dalam matamu
Seperti lengkung pelangi
Sehabis hujan menyentuh telaga

Inikah musim semi yang sarat nyanyian
Juga tarian burung-burung itu?
Kerinduan bagai awah gunung berapi
Sarat letupan. Lalu desah nafasmu
Adalah puisi adalah gelombang lautan
Yang menghapus jejak hujan
Di pantai hatiku. Begitulah jejak hujan
Pada kulit dan rambutmu
Menghapus jarak dan bahasa
Antara kita berdua
1988

Struktur fisik puisi di atas antara lain sebagai berikut.


  1. Tipografi / Bentuk Puisi
Tipografi, yang dipakai pada puisi “nyanyian gerimis” sangat terlihat menonjol, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga puisi yang hanya memakai satu tanda tanya. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi meskipun juga bisa hanya sekadar unsur keindahan indrawi. Menggunakan baris – baris yang tak sejajar satu sama lain dan menggunakan sedikit tanda baca, mungkin mempunyai makna yang mendalam. Tipografi pada puisi ini menggunakan huruf besar diawal baris dan tanda titik pada baris kedua . Terbukti pada kutipan puisi dibawah ini
Telah kutulis jejak hujan
Pada rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu

Tanda titik pada baris kedua puisi “nyanyian gerimis” yang dilanjutkan kata kuntum yang diawali dengan huruf besar seolah menonjolkan kata kuntum yang bermakna seorang yang kesepian yang semakin merindu. Kemudian setelah bait pertama bentuk baris yang tidak rata seperti melengkung, dapat dilihat sebagai berikut.
Sesaat kita larut dalam keheningan
Cinta membuat kita betah hidup di bumi
Ekor cahaya berpantulan dalam matamu
Seperti lengkung pelangi
Sehabis hujan menyentuh telaga
Dari bait yang tidak rata tersebut melambangkan kata yang terdapat dalam baris itu sendiri, penyair yang menggambarkan sorot mata yang begitu indah seperti lengkungan pelangi, membuat puisi lebih hidup jika baris- baris dibuat melengkung tak beraturan. Pada bait selanjutnya baris – baris masih tak beraturan, dapat dilihat sebagai berikut. Inikah musim semi yang sarat nyanyian
Juga tarian burung-burung itu
Kerinduan bagai awah gunung berapi
Sarat letupan. Lalu desah nafasmu
Adalah puisi adalah gelombang lautan
Yang menghapus jejak hujan
Ketidakberaturannya baris tersebut, selain sebagai keindahan indrawi namun melambangkan maksud yang disesuaikan dengan kata-kata dan isi puisi pada baris tersebut yaitu kata tarian burung, gelombang lautan sehingga tipografinya juga bergelombang dan tidak beraturan. Selanjutnya pada empat baris terakhir, yang berbunyi sebagai berikut.
Di pantai hatiku. Begitulah jejak hujan
Pada kulit dan rambutmu
Menghapus jarak dan bahasa
Antara kita berdua
Pada empat baris terakhir terdapat tanda titik setelah kata hatiku dan baris itu menjorok dari depan lagi, yang mempengaruhi cara membaca dan maksud penyair yang ingin menekan dan memulai lagi dari kata itu. Kemudian sampai baris terakhir sengaja dibuat baris yang tidak lurus tetapi tersusun, melambangkan penyelesaian yang selaras antara kita berdua.
  1. Diksi
Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Diksi dalam puisi ini menggunakan kata-kata yang tidak mudah dimengerti dalam sekali baca, butuh kepekaan yang tinggi dalam menganalisis makna puisi ini. Seperti penyair memilih kata berpantulan untuk menggambarkan pancaran yang berbinar binar. Penyair juga memilih kata tarian burung-burung, yang menggambarkan keindahan yang tak terhingga. Kemudian penyair menggunakan pilihan diksi pantai yang indah digabungkan dengan hatiku menghasilkan makna yang indah pula.
  1. Imaji atau citraan
Dalam puisi ini pengarang menggunakan imaji pendengaran dan perasaan juga penglihatan. Yang dapat dibuktikan sebagai berikut. Pada bait pertama baris pertama, yang secara tidak langsung memunculkan imaji penglihatan.
Telah kutulis jejak hujan
Pada rambut dan kulitmu yang basah.
Pada baris kelima bait pertama yang memunculkan imaji perasaan yaitu
Yang saling memahami gairah terpendam
Begitu juga pada Cinta membuat kita betah hidup di bumi dan baris terakhir Menghapus jarak dan bahasa Antara kita berdua yang juga merupakan imaji perasaan.
Kemudian pada baris Sesaat kita larut dalam keheningan dan Sarat letupan. Lalu desah nafasmu yang memunculkan citraan pendengaran.
  1. Kata konkret
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Pada puisi “nyanyian gerimis” terdapat beberapa kata konkret sebagai berikut.
Kuntum Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu yang melambangkan kerinduan yang amat sangat.
Yang saling memahami gairah terpendam yang melambangkan seakan saling merasa kerinduan meski tak bertemu tapi seolah bertemu dalam angan.
Sesaat kita larut dalam keheningan yang menggambarkan seorang yang membayangkan kekasihnya di suasana sepi dan sunyi.
Ekor cahaya berpantulan dalam matamu melambangkan mata sang kekasih yang berbinar-binar penuh bahagia.
Kerinduan bagai awah gunung berapi melambangkan kerinduan yang amat sangat dan meluap-luap.
  1. Majas
Dalam puisi “Nyanyian Gerimis” penyair menggunakan gaya bahasa personifikasi, metaforan dan hiperbola dan simile, yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
Personifikasi : Telah kutulis jejak hujan
kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu
Dipetik hangat percakapan
menghapus jejak hujan
Metafora : Ekor cahaya berpantulan
Simile : Seperti lengkung pelangi
Kerinduan bagai awah gunung berapi
  1. Rima atau Irama
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Sedangkan irama adalah lagu kalimat yang digunakan penyair dalam mengapresiasikan puisinya. Rima dalam puisiNyanyian Gerimis” tidak terlalu diatur karena lebih mementingkan isi, rima pada bait pertama yaitu : a-u-u-a-a-a
Telah kutulis jejak hujan (a)
Pada rambut dan kulitmu yang basah. Kuntum (u)
Demi kuntum kesepian yang mekar seluas kalbu (u)
Dipetik hangat percakapan juga gerak sukma (a)
Yang saling memahami gairah terpendam (a)
Dialirkan sungai ke muara (a)
Kemudian pada bait kedua rima juga tidak beraturan, yaitu: a-i-u-i-a
Sesaat kita larut dalam keheningan (a)
Cinta membuat kita betah hidup di bumi (i)
Ekor cahaya berpantulan dalam matamu (u)
Seperti lengkung pelangi (i)
Sehabis hujan menyentuh telaga (a)
Pada bait terakhir rima juga tak beraturan dan baitpun tidak jelas jumlah barisnya, rima pada bait terakhir yaitu: a- u-i-u-a-a-a-u-a-a
Inikah musim semi yang sarat nyanyian (a)
Juga tarian burung-burung itu?(u)
Kerinduan bagai awah gunung berapi(i)
Sarat letupan. Lalu desah nafasmu (u)
Adalah puisi adalah gelombang lautan (a)
Yang menghapus jejak hujan (a)
Di pantai hatiku. Begitulah jejak hujan(a)
Pada kulit dan rambutmu (u)
Menghapus jarak dan bahasa (a)
Antara kita berdua (a)
Irama pada PuisiNyanyian Gerimis” memiliki irama perlahan dan syahdu penuh penghayatan.


No comments:

Post a Comment